A.
Pengertian Henti Jantung
Henti
jantung ( cardiac death)
adalah kematian yang terjadi sebagai akibat dari hilangnya fungsi jantung
secara mendadak. Keadaan ini termasuk permasalahan kesehatan yang besar dan
mengenaskan karena dapat menyerang secara tiba-tiba serta terjadi pada usia tua
maupun muda. Keadaan henti jantung mendadak bisa saja terjadi pada seseorang
dengan ataupun tanpa penyakit jantung sebelumnya.
Cardiac Arrest merupakan
penghentian normal sirkulasi dari darah akibat kegagalan jantung untuk
berkontraksi secara efektif,dan jika hal ini tak terduga dapat disebut serangan
jantung mendadak serta dapat pula dijelaskan dengan suatu keadaan darurat medis
dengan tidak ada atau tidak adekuatnya kontraksi ventrikel kiri jantung yang
dengan seketika menyebabkan kegagalan sirkulasi.
B. Epidemiologi
Berdasarkan
surat kematian kematian jantung mendadak rekening sekitar 15% dari semua
kematian di negara-negara Barat(330.000 per tahun di Amerika Serikat). Risiko
seumur hidup adalah tiga kali lebih besar pada laki-laki (12,3%) dibandingkan
perempuan (4,2%) berdasarkan analisis Framingham Heart Study. Namun perbedaan
gender ini menghilang melampaui usia 85 tahun.
C. Etiologi
Penyebab
henti jantung yang paling umum adalah gangguan listrik di dalam jantung.
Jantung memiliki sistem konduksi listrik yang mengontrol irama jantung tetap
normal. Masalah dengan sistem konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang
abnormal, disebut aritmia. Terdapat banyak tipe dari aritmia, jantung dapat
berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau bahkan dapat berhenti berdetak.
Ketika aritmia terjadi, jantung memompa sedikit atau bahkan tidak ada darah ke
dalam sirkulasi.
Aritmia dicetuskan oleh
beberapa faktor, diantaranya: penyakit jantung koroner yang menyebabkan infark
miokard (serangan jantung), stress fisik (perdarahan yang banyak akibat luka
trauma atau perdarahan dalam, sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat
tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang berat), kelainan
bawaan yang mempengaruhi jantung, perubahan struktur jantung (akibat penyakit
katup atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah
tamponade jantung dan tension pneumothorax.
Selain itu juga
disebabkan adanya komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac standstill, renjatan
dan edema paru, emboli paru (karena adanya penyumbatan aliran darah paru),
aneurisma disekans (karena kehilangan darah intravaskular), hipoksia dan
asidosis (karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat, tenggelam,
aspirasi, penyumbatan trakea, kelebihan dosis obat, kelainan susunan saraf
pusat).
D. Faktor
Resiko
Faktor risiko untuk henti
jantung adalah sama dengan yang dilihat dengan penyakit jantung koroner
termasuk: merokok, kurangnya latihan fisik, obesitas, diabetes, dan sejarah
keluarga.
1. Infark miokard akut
Karena fibrilasi ventrikel, cardiac standstill, aritmia lain, renjatan dan
edema paru.
2. Emboli paru
Karena penyumbatan aliran darah paru
3. Aneurisma disekans
Karena kehilangan darah intravaskuler.
4. Hipoksia, asidosis
Karena gagal jantung/ kegagalan paru berat, tenggelam, aspirasi, penyumbatan
trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis obat, kelainan susunan syaraf pusat.
5. Gagal ginjal
Karena hiperkalemia
E. Patofisiologi
Henti Jantung
Patofisiologi
cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun, umumnya
mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti jantung,
peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran
oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti
berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral
atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan
berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest
tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10
menit (Sudden cardiac death).
· Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner
menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya dikenal sebagai serangan jantung.
Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari cardiac arrest. Infark
miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen ke otot-otot
jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah materia (plak) yang terbentuk
di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk sirkulasi
ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi memperoleh suplai
oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi
infark. Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi
jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung
dari jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.
· Stress Fisik
Stress fisik tertentu
dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi, diantaranya:
- Perdarahan yang banyak
akibat luka trauma atau perdarahan dalam sengatan listrik.
- Kekurangan oksigen
akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang berat.
- Kadar Kalium dan
Magnesium yang rendah.
- Latihan yang berlebih.
Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang memiliki gangguan jantung.
- Stress fisik seperti
tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal refleks
akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.
akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.
· Kelainan Bawaan
Ada sebuah kecenderungan
bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga. Kecenderungan ini diturunkan dari
orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini mungkin memiliki peningkatan
resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir dengan defek di jantung
mereka yang dapat mengganggu bentuk (struktur) jantung dan dapat meningkatkan
kemungkinan terkena cardiac arrest.
· Perubahan Struktur Jantung
Perubahan struktur
jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat menyebabkan perubahan
dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat mengganggu impuls listrik.
Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung akibat tekanan darah tinggi
atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat menyebabkan
perubahan struktur dari jantung.
· Obat-obatan
Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain, digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis.
Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain, digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis.
· Tamponade Jantung
Cairan yang yang terdapat
dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga tidak mampu untuk berdetak,
mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan kematian.
· Tension Pneumothorax
Terdapatnya luka sehingga
udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara akan terus masuk akibat
perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru. Hal ini akan
menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung akan
terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan,
sehingga membatasi aliran balik ke jantung.
F. Gejala
dan Tanda Henti Jantung
Henti
jantung adalah penghentian tiba-tiba fungsi pompa jantung.Karena tidak memadai
perfusi otak, pasien akan tidak sadar dan akan berhenti bernapas.
Tanda-tanda henti jantung
:
·
Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)
·
Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau
brakialis pada bayi)
·
Nyeri
·
Henti nafas atau mengap-megap (gasping)
·
Terlihat seperti mati (death like appearance)
·
Warna kulit pucat sampai kelabu
·
Pupil dilatasi (setelah 45 detik)
G. Mendiagnosa
Henti Jantung
Sebuah
serangan jantung biasanya didiagnosis klinis oleh tidak adanya denyut nadi.
Dalam banyak kasus kurangnya denyut karotis adalah standar untuk mendiagnosis
serangan jantung, tetapi kurangnya denyutan mungkin akibat kondisi lain
(misalnya shock), atau hanya kesalahan pada bagian penolong. Studi telah
menunjukkan bahwa penolong sering membuat kesalahan ketika memeriksa nadi
karotis dalam keadaan darurat, apakah mereka tenaga profesional kesehatanatau
masyarakat awam.
Karena ketidaktelitian dalam metode diagnosis,
beberapa badan-badan seperti Dewan Resusitasi Eropa (ERC) telah menekankan
pentingnya The Resuscitation Councildan sejalan dengan rekomendasi ERC dan
orang-orang dari Organisasi Harapan Jantung Amrika,menyatakan bahwa teknik ini
hanya digunakan oleh profesional kesehatan dengan pelatihan khusus dan
keahlian, dan bahkan kemudian yang harus dilihat bersama dengan indikator
lainnya.
Berbagai metode lain untuk mendeteksi sirkulasi telah diajukan.
Panduan berikut tahun 2000 Komite Hubungan Internasional Resusitasi (ILCOR)
rekomendasi untuk penolong mencari “tanda-tanda” sirkulasi, tetapi tidak secara
khusus denyut nadi. Tanda-tanda ini termasuk batuk, terengah-engah, warna,
berkedut dan gerakan. Namun dalam menghadapi bukti bahwa panduan ini tidak
efektif, rekomendasi saat ini ILCOR adalah bahwa serangan jantung harus
didiagnosis di seluruh korban yang tidak sadar dan tidak bernapas normal.
Diagnosis henti jantung
sudah dapat ditegakkan bila dijumpai ketidak sadaran dan tak teraba denyut
arteri besar :
1) Tekanan darah sistolik 50 mmHg
mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang dapat diraba.
2) Aktivitas elektrokardiogram
(EKG) mungkin terus berlanjut meskipun tidak ada kontraksi mekanis, terutama
pada asfiksia.
3) Gerakan kabel EKG dapat
menyerupai irama yang tidak mantap.
Diagnosis henti jantung
sudah dapat ditegakkan bila dijumpai ketidak sadaran dan tak teraba denyut
arteri besar :
1) Tekanan darah sistolik 50 mmHg
mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang dapat diraba.
2) Aktivitas elektrokardiogram
(EKG) mungkin terus berlanjut meskipun tidak ada kontraksi mekanis, terutama
pada asfiksia.
3) Gerakan kabel EKG dapat menyerupai
irama yang tidak mantap.
H. Penatalaksanaan
1. RJP (Resusitasi Jantung Paru)
Adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti
nafas/ henti jantung atau (yang dikenal dengan istilah kematian klinis) ke
fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis.
a. kontraindikasi
orang yang diketahui berpenyakit terminal dan yang telah secara klinis mati
lebih dari 5 menit.
b. tahap-tahap resusitasi
Resusitasi jantung paru pada dasarnya dibagi dalam 3 tahap dan pada setiap
tahap dilakukan tindakan-tindakan pokok yang disusun menurut abjad:
1. Pertolongan dasar (basic life support)
- Airway control, yaitu membebaskan jalan
nafas agar tetap terbuka dan bersih.
- Breathing support, yaitu mempertahankan
ventilasi dan oksigenasi paru secara adekuat.
- Circulation support, yaitu mempertahankan
sirkulasi darah dengan cara memijat jantung.
2. Pertolongan lanjut (advanced life support)
- Drug & fluid, yaitu pemberian obat-obat
dan cairan
- Elektrocardiography, yaitu penentuan irama
jantung
- Fibrillation treatment, yaitu mengatasi
fibrilasi ventrikel
3. pertolongan jangka panjang (prolonged life
support)
- Gauging, yaitu memantau dan mengevaluasi
resusitasi jantung paru, pemeriksaan dan penentuan penyebab dasar serta
penilaian dapat tidaknya penderita diselamatkan dan diteruskan pengobatannya.
- Human mentation, yaitu penentuan kerusakan
otak dan resusitasi cerebral.
- Intensive care, yaitu perawatan intensif
jangka panjang.
Penanganan henti jantung dilakukan untuk membantu menyelamatkan
pasien / mengembalikan fungsi cardiovascular. Adapun prinsip-prinsipnya yaitu
sebagai berikut:
Tahap I :
– Berikan bantuan hidup dasar
– Bebaskan jalan nafas, seterusnya angkat leher / topang dagu.
– Bantuan nafas, mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke alat bantuan nafas.
Jika nadi tidak teraba :
Satu penolong : tiup paru kali diselingi kompres dada 30 kali.
Dua penolong : tiup paru setiap 2 kali kompresi dada 30 kali.
– Berikan bantuan hidup dasar
– Bebaskan jalan nafas, seterusnya angkat leher / topang dagu.
– Bantuan nafas, mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke alat bantuan nafas.
Jika nadi tidak teraba :
Satu penolong : tiup paru kali diselingi kompres dada 30 kali.
Dua penolong : tiup paru setiap 2 kali kompresi dada 30 kali.
Tahap II :
– Bantuan hidup lanjut.
– Jangan hentikan kompresi jantung dan Venulasi paru.
Langkah berikutnya :
– Berikan adrenalin 0,5 – 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika diperlukan. Dapat diberikan Bic – Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu. Jika henti jantung lebih dari 2 menit, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul denyut nadi.
– Pasang monitor EKG, apakah ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh : Defibrilasi : DC Shock.
– Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.
– Jika Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.
Petugas IGD mencatat hasil kegiatan dalam buku catatan pasien.
Pasien yang tidak dapat ditangani di IGD akan di rujuk ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas lebih lengkap.
– Bantuan hidup lanjut.
– Jangan hentikan kompresi jantung dan Venulasi paru.
Langkah berikutnya :
– Berikan adrenalin 0,5 – 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika diperlukan. Dapat diberikan Bic – Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu. Jika henti jantung lebih dari 2 menit, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul denyut nadi.
– Pasang monitor EKG, apakah ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh : Defibrilasi : DC Shock.
– Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.
– Jika Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.
Petugas IGD mencatat hasil kegiatan dalam buku catatan pasien.
Pasien yang tidak dapat ditangani di IGD akan di rujuk ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas lebih lengkap.
>>> JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK DAN KALAU MENG-COPY JANGAN LUPA CANTUMKAN SUMBERNYA :) TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA SEMOGA BERMANFAAT, AMIN..
0 komentar:
Posting Komentar